Tentang Cinta

Posted on at


Memilikimu namun tak memiliki hatimu sama saja dengan membaca cerita namun belum menyatu dengan cerita yang tertulis.

            Deandra membanting tubuhnya di atas sofa kesayangannya yang berada di sudut kamar. Rasa sakit itu hadir lagi di hati Deandra. Rasa sakit karena sampai saat ini Bisma tak bisa mencintainya.

            Selama ini ia diam, karena ia masih berharap jika seiring dengan berjalannya waktu dan kebersamaan yang mereka lalui Bisma akan mencintainya. Tapi sampai saat ini, Boro-boro mencintainya, memberikannya perhatian barang sedikitpun saja tak pernah.

            Deandra melirik handphone yang ada di atas ranjangnya, ia bangkit dan berjalan perlahan menghampiri benda kesayangannya itu. Meraihnya dan mencari nama seseorang di dalam daftar phonebooknya. Deandra meletakkan headset di kedua telinganya sembari menunggu seseorang menjawab telfon darinya.

            Sementara itu Rangga tengah asik membolak-balikkan kertas soal yang didapatnya dari tempat les juga sekolah. Rambutnya yang biasanya rapi kini terlihat acak-acakan karena di buat pusing dengan soal-soal tersebut. Getaran handphone yang timbul di atas meja   membuat Rangga menghentikan aktifitasnya, perhatiannyapun sekarang terpusat pada benda persegi panjang berwarna putih itu.

            Melihat nama Deandra di layar handphonenya, Rangga buru-buru menerima panggilan masuk dari sang pemilik hatinya itu. “Hallo De.” Sapa Rangga tersenyum sumringah.

            “Nggaa...” Nada sedih itu terdengar begitu jelas dari telinga Rangga. Membuat senyum yang tersungging manis itu kini meluntur secara perlahan.

            “Lo kenapa De?” suara panik kini mulai keluar bebas dari bibir Rangga, ia sangat takut jika gadis yang berhasil menguasai hatinya itu bersedih.

            “Bisma, Ngga.” Tangis itu pecah. Ada sedikit rasa sakit saat Deandra menyebut nama Bisma. Namun sedikit rasa penasaran juga menghampirinya, sebenarnya apa yang terjadi? Bukankah selama ini hubungan keduanya baik-baik saja, adem ayem dan tak ada satupun masalah. “Gue udah salah berharap sama Bisma.” Lanjut Deandra yang makin membuat Rangga tak mengerti.

            “Maksud lo?” Rangga mencoba menanyakannya.

            “Dalam hubungan gue sama Bisma, itu ibaratnya gue baca cerita dan gue nggak bisa masuk ke dalam cerita itu. Gue salah Ngga, gue pikir Bisma bakal buka hatinya buat gue tapi kenyataannya sampai sekarang gue nggak pernah bisa masuk ke dalam hatinya Bisma.” Tangis itu semakin menjadi.

            Rangga jadi ingat, jika yang mengawali hubungan Bisma dengan Deandra bukanlah Bisma meliankan Deandra, gadis itulah yang meminta Bisma untuk menjadi kekasihnya. Dan ternyata sudah hampir dua bulan menjalin kasih, Bisma belum juga bisa membuka hatinya untuk Deandra. “Ya lo harus berusaha dong buat bikin Bisma jatuh cinta sama lo, kalo lo sayang, lo pertahanin dia.” Saran Rangga. Hatinya terasa teriris saat ia memberikan saran itu, terlalu bodoh untuk seorang lelaki yang membiarkan gadis yang ia sayangi malah mempertahankan pria yang tak mencintai gadis itu. Dan Rangga, ialah pria bodoh itu, bukannya berusaha untuk Deandra jatuh kepelukannya ini malah dia memberikan saran yang membuat gadisnya malah akan semakin menjauh darinya jika saran itu berhasil dilaksanakan oleh Deandra.

            “Pake cara apa lagi Ngga? Perhatian yang gue kasih udah lebih dari sekedar perhatian buat dia. Pagi, siang, malem selalu gue kasih perhatian tapi responnya dia datar nggak pernah bisa berkembang malah akhir-akhir ini dia jarang pulang bareng sama gue, nggak pernah SMS gue duluan. Meskipun dulu dia jarang SMS gue duluan tapi sesekali dia bakal nanya kabar gue atau kasih gue perhatian barang sedikit aja, tapi sekarang nggak sama sekali, Ngga. Gue bingung harus gimana lagi. Jujur hati gue cape’, gue pengen nyerah sampai sini aja, Ngga.” Balas Deandra dengan suaranya yang parau.

            “Mana sih Deandra yang gue kenal? Jadi ini Deandra temen gue sekarang? Payah!” Sentak Rangga sedikit kesal. “Lo bisa dapetin Bisma, masa’ iya dengan gampang lo lepas Bisma gitu aja. Sekali lagi, kalo lo sayang sama Bisma, jangan pernah lo lepas dia.” Putus Rangga yang langsung mengakhiri pembicaraan melalui telfon itu.

            Jujur, Rangga tak bisa terus begini. Rasa sakit itu terlalu menusuk di hatinya. Ia harus bisa move on. Ia tak bisa menghentikan hatinya hanya untuk gadis yang mencintai sahabatnya, ia tak mau menjadi seorang sahabat yang menikam sahabatnya sendiri dari belakang. Meskipun Rangga tahu bahwa Bisma tak memiliki rasa pada gadisnya tapi ia percaya Bisma setidaknya akan menjaga perasaan gadisnya, seperti ia yang selalu menjaga hati gadisnya secara diam-diam.

***

            “Din, gue mau ngomong boleh?” Tanya Steffy saat ia dan Dina tengah berjalan di koridor sekolah. Siang ini ada rapat mengenai pengisi acara pensi yang akan di adakan kamis nanti.

            “Yailah Steff, perasaan dari tadi udah ngomong deh.” Dina sedikit menanggapinya dengan canda.

            “Kali ini serius.” Steffy menghentikan langkah kakinya diikuti dengan Dina. Kini dua gadis itu berdiri dengan berhadapan. “Lo sama Kak Bisma jadian?” Suara Steffy pelan namun mampu membuat Dina tersentak.

            Dina diam. Ia tak tahu apa yang harus dikatakannya pada Steffy, lagian dari mana Steffy tahu mengenai hubungannya dengan Bisma? Pertanyaan itu muncul di kepala Dina. Selama ini kan Dina berusaha menyimpan rapat-rapat mengenai hubungannya dengan Bisma dari siapapun, hanya Rangga yang tahu itupun sekedar mengetahui perasaannya pada Bisma.

            “Dina, please jawab gue. Lo masih anggep gue sahabat kan?” Pinta Steffy.

            Dina menggeleng kecil. “Gue sam Kak Bisma nggak jadian kok, Cuma...”

            “Steffy, Dina.” Penjelasan Dina terpotong oleh tiga pria yang memanggil dua gadis itu, Dina sedikit bernafas lega sementara Steffy sedikit kesal karena kedatangan tiga pria ini.

            “Hai, Za, Dick, Ham.” Sapa Dina manis.

            “Kantin yuk, lagian rapatnya kan masih jam setengah dua. Paling anak-anak kelas tiga masih pada istirahat juga.” Ajak Reza yang main menggandek Dicky dan juga Dina, sementara Ilham dan Steffy dibiarkannya berdiri di tempat mereka. Reza ingin memberikan kesempatan kepada adiknya itu untuk mendekati sahabatnya itu. Mengenai status Steffy yang sudah menjalin kasih dengan Rafael dihiraukannya karena menurutnya hubungan Steffy dengan Rafael baru sebatas pacaran, jadi tak ada masalah.

            “Yuk, Kak.” Ajak Ilham yang merangkul Steffy untuk mengikuti langkah kaki ketiga anak manusia yang sudah berjalan di depan mereka.

            Rafael menyipitkan matanya untuk memastikan bahwa gadis yang tengah berjalan di koridor bersama seorang laki-laki itu adalah gadisnya.  Ia menghentikan langkah kakinya sendiri, sementara keempat sahabatnya sudah berjalan terlebih dahulu menuju ruang OSIS. Mereka baru saja turun dari kelas mereka yang ada di lantai tiga. “Raf, lo ngapain?” Morgan menghentikan langkah kakinya diiringi dengan kepalanya yang menoleh pada Rafael.

            Rafael langsung mengalihkan pandangannya “Ha? Nggak.” Pria bermata sipit ini langsung menggeleng cepat dan menghampiri keempat sahabatnya.

            “Lo nyaris Steffy? Udah tenang aja, cewek lo lagi di kantin kok sama gerombolannya itu.” Rangga membuka suaranya.

            “Iya, tadi dia juga SMS kok.” Balas Rafael singkat.

            “Kantin yuk, laper nih.” Ajak Bisma pada yang lain setelah mereka meletakkan tas mereka di atas meja ruang OSIS.

            “Yuk, aku juga laper nih.” Balas Deandra pada Bisma. Hubungan mereka saat ini seolah benar-benar tak ada masalah, kedua anak manusia ini sedang bermain drama dengan pasangan masing-masing beserta teman-teman mereka.

            “Kali ini kalian gue traktir, berhubung tadi gue lancar ngerjain matematikanya.” Ungkap Morgan yang di sambut dengan sorakan senang oleh yang lain.

***

            Rafael memandang kesal pada satu meja yang diisi oleh para adik kelasnya termasuk sang kekasih. Melihat kekasihnya tengah duduk di samping Ilham di tambah lagi dengan Ilham yang sedari tadi berusaha untuk menyuapi Steffy.

            “Misi.” Rafael merenggangkan jarak antara Ilham dengan Steffy, Steffy dan Ilham spontan menoleh dan mendapati sosok Rafael yang biasanya tersenyum berubah jutek. Ilham menggeser tubuhnya diikuti dengan Steffy, Rafael pun duduk di tengah-tengah, masih memasang wajah gaharnya.

            “Duh, kayanya ada yang lagi kebakaran nih.” Sindir Morgan yang duduk di samping Rangga.

            “Perlu Pemadam Kebakaran nggak Kak?” Sambut Dicky dengan senyum lebarnya.

            “Diem lo semua atau mulut lo pada gue sumpel.” Ancam Rafael kesal.

            “Duh, si Kakak. Sensian amat sih.” Sahut Dina cepat.

            “Gue bilang diem Ninot!” Sentak Rafael.

            “Udah-udah mending sekarang kalian pesen makanan aja deh daripada berantem gitu.” Morgan menengahi

            “Ceritanya Kakak mau nraktir kita nih?” Tanya Dina dengan memberikan sebuah senyum sumringahnya.

            “Iya, khusus buat kamu hati aku juga bakal aku kasih kok.” Balas Morgan.

            “Mulai deh ngegombalnya ini berdua.” Komentar Bisma yang main menyambar es teh manis yang ada di atas meja. Entahlah itu milik siapa Bisma tak perduli dengan hal itu, yang penting rasa haus yang melandanya bisa terselamatkan.

            “Apa sih Pak Es Cool. Sirik deh.” Balas Dina dengan senyum yang tak bisa. Senyum itu hanya Bisma yang bisa mengartikannya, namun diam-diam Steffy mulai mengerti dengan lontaran kat-kata yang keluar dari bibir Bisma juga Dina. Dan sekarang dugaannya mengenai hubungan sahabatnya bersama sang ketua OSIS memang lebih dari sekedar sahabat.

            Canda itu berlangsung hingga semuanya berkumpul di ruang OSIS, Deandra sendiri menunggu Bisma di luar ruangan karena ia memang bukanlah anggota OSIS. Sejujurnya, Deandra sudah tak bisa lagi menahan rasa sakit yang ada di hatinya, namun karena Rangga yang memberikannya semangat untuk bertahan, ia memutuskan untuk bertahan. Mencoba menunggu perasaan Bisma datang padanya. Toh, bukankah cinta datang karena terbiasa?

***

            “Dina.” Panggil Steffy saat ia baru saja memasuki rumah milih sahabatnya itu.

            Dina yang tengah asik dengan TV di hadapannya menoleh kebelakang dan di dapatinya sang sahabat yang tengah berjalan mendekatinya. “Kenapa Steff?” tanya Dina santai, ia kembali pada layar TV yang menyajikan video klip dari para penyanyi di dalam maupun luar negeri itu.

            “Gue masih mau nanya soal hubungan lo sama Bisma.” Jawab Steffy yang sudah duduk di samping Dina.

            Dina menghela nafas panjang, matanya terpejam dan disandarkannya kepalanya pada kepala sofa. Kemudian ia menoleh pada Steffy yang sedari tadi memperhatikan tingkahnya. “Lo inget sama curhat gue kemaren dan yang sebelumnya?” Tanya Dina, Steffy mengangguk kecil. “Lo bilang, sekedar ngungkapin nggak masalah selama kita nggak ada niat ngerusak hubungan cowok itu juga ceweknya. Tapi kenyataannya dia sayang sama gue Steff, dan gue jadi perusak hubungan dia. dan dia adalah Bisma, dan cewek yang tega gue sakitin adalah Deandra.” Lanjut Dina menjelaskan.

            “Jadi lo sama Bisma nggak jadian? Tapi gue lihat kalian pelukan kemaren malem.” Steffy merasa sedikit heran.

            “Itu karena kemaren gue mau nangis jadi dia meluk gue dan dia bilang ‘Kalo lo mau nangis, nangis aja. Gue lebih suka lo nangis di pelukan gue di banding lo nangis di pelukan cowok lain’ begitu Steff, sekarang gimana gue bisa jauh dari dia?” Jelas Dina.

            “Yaudahlah, jalanin aja gue juga bingung harus nasehatin lo apaan, otak gue juga lagi puyeng gegara Rafael.” Steffy mengalihkan pembicaraan. Ia juga ingin mencurahkan isi hatinya pada Dina.

            “Kak Rafael cemburu lagi yah?” Tanya Dina yang sudah hafal betul bagaimana hubungan sahabatnya ini dengan sang kakak kelas.

            “Iya, lagian kan tadi Cuma becanda pas sama Ilham, dia mah nanggepinnya serius. Sebel gue.” Wajah cemberut ditunjukkan Steffy.

            “Yaudah nggak usah cemberut, nanti juga baik lagi kak Rafanya, dia kan nggak bisa jauh-jauh dari lo.” Hibur Dina, senyum manis disunggingkannya untuk sahabatnya yang sudah dianggapnya sebagai saudara.

 

            “Iya yah.” Steffy sependapat dengan Dina.

 

TBC (To Be Continue) :p



About the author

fitria-nurul

gadis yang ceria.. selalu senang bergaul dengan siapa aja.. nice to meet you :)

Subscribe 0
160